Begini ceritanya ;
Ini kisah tentang Riri, salah seorang mahasiswi yg sedang
menyelesaikan kuliah semester akhir di sebuah Universitas Negeri. Riri
mengambil jurusan disebuah fakultas yang cukup favorit, yaitu Fakultas
Kedokteran. Sebuah fakultas – menurut keyakinannya – yang dapat membuat
hidupnya lebih baik di masa mendatang.
Setelah tiba saatnya
Riri harus mengikuti ujian semester akhir, mata kuliah yang diberikan
oleh dosennya cukup unik. Saat itu sang dosen ingin memberikan
pertanyaan-pertanyaan ujian secara lisan.
“Agar aku bisa dekat dengan mahasiswa.” cerita Riri menirukan kata dosennya kepada mahasiswa beberapa waktu lalu.
Satu per satu pertanyaan pun dia lontarkan, para mahasiswa berusaha
menjawab pertanyaan itu semampu mungkin dalam kertas ujian mereka.
Ketakutan dan ketegangan Riri saat ujian terjawab saat itu, pasalnya 9
pertanyaan yang dilontarkan oleh sang dosen lumayan mudah untuk dijawab
olehnya. Jawaban demi jawaban pun dengan lancar ia tulis di lembar
jawaban.
Hingga sampailah pada pertanyaan ke-10.“Ini pertanyaan terakhir.” kata dosen itu.
“Coba tuliskan nama ibu tua yang setia membersihkan ruangan ini, bahkan
seluruh ruangan di gedung Jurusan ini !” kata sang dosen sambil
menggerakkan tangannya menunjuk keseluruh ruangan kuliah.
Sontak saja mahasiswa seisi ruangan pun tersenyum. Mungkin mereka
menyangka ini hanya gurauan, jelas pertanyaan ini tidak ada hubungannya
dengan mata kuliah yang sedang diujikan kali ini, pikir Riri dalam
benaknya.
“Ini serius !” kata sang dosen yang sudah agak tua
itu dengan tegas. “Kalau tidak tahu mending dikosongkan aja, jangan suka
mengarang nama orang ! ”. lanjutnya mengingatkan.
Riri tahu
persis siapa orang yang ditanyakan oleh dosennya itu. Dia adalah seorang
ibu tua, orangnya agak pendek, rambut putih yang selalu digelung. Dan
ia juga mungkin satu-satunya cleaning service di gedung jurusan
kedokteran tempat Riri kuliah. Ibu tua itu selalu ramah serta amat sopan
dengan mahasiswa-mahasiswi di sini. Ia senantiasa menundukkan kepalanya
saat melewati kerumunan mahasiswa yang sedang nongkrong. Tapi satu hal
yang membuat Riri merasa konyol, justru ia tidak hafal nama ibu tua
tersebut !!! Dan dengan terpaksa ia memberi jawaban ‘kosong’ pada
pertanyaan ke-10 ini. Ujian pun berakhir, satu per satu lembar jawaban
pun dikumpulkan ke tangan dosen itu.
Sambil menyodorkan kertas
jawaban, Riri mencoba memberanikan diri bertanya kepada dosennya kenapa
ia memberi ‘pertanyaan aneh’ itu, serta seberapa pentingkah pertanyaan
itu dalam ujian kali ini ?.
“Justru ini adalah pertanyaan terpenting dalam ujian kali ini” kata sang dosen.
Mendengar jawaban sang dosen, beberapa mahasiswa pun ikut memperhatikan
ketika dosen itu berbicara. “Pertanyaan ini memiliki bobot tertinggi
dari pada 9 pertanyaan yang lainnya, jika anda tidak mampu menjawabnya,
sudah pasti nilai anda hanya C atau D,” ungkap sang dosen.
Semua berdecak, Riri pun bertanya kepadanya lagi, “Kenapa Pak ?” Jawab
sang dosen itu sambil tersenyum, “Hanya yang peduli pada orang-orang
sekitarnya saja yang pantas jadi dokter.” Lalu sang sang dosen pergi
membawa tumpukan kertas jawaban ujian itu sambil meninggalkan para
mahasiswa dengan wajah yang masih tertegun.
Renungan :
Peduli merupakan langkah awal untuk menjadi pemberi manfaat bagi orang
lain serta penyelesai masalah di masyarakat. Dan peduli, sudah
seharusnya menjadi milik semua orang, bukan hanya dokter. Jadi, soal
ujian Riri nomor ke-10 di atas, kiranya juga menjadi soal ujian untuk
kita semua. Maka seberapa pedulikah kita ? sehingga mampu menjawab
persoalan-persoalan yang ada disekitar kita. Semoga cerita di atas
menjadi hikmah untuk kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar