Setiap rumah tangga haruslah memiliki keinginan untuk mewujudkan
keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Sehingga setiap anggota
keluarga harus memiliki peran dan menjalankan amanah
tersebut. Suami dan Istri sebagai kepala rumah tangga pada anak-anak
haruslah memberikan teladan yang baik dalam mengemban tanggung jawabnya
karena Allah ‘Azza wa Jalla akan mempertanyakannya di hari Akhir kelak.
Mendidik anak dengan cara-cara yang baik dan sabar agar mereka mengenal
dan mencintai Allah, yang menciptakannya dan seluruh alam semesta,
mengenal dan mencintai Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, yang
pada diri beliau terdapat suri tauladan yang mulia, serta agar mereka
mengenal dan memahami Islam untuk diamalkan.
( Tauhid )
Ajarkanlah Tauhid, yaitu bagaimana mentauhidkan Allah, dan jauhkan
serta laranglah anak dari berbuat syirik. Sebagaimanan nasihat Luqman
kepada anaknya,
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika ia memberi
pelajaran kepadanya, ‘Wahai anakku! Janganlah engkau memperskutukan
Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kezhaliman yang besar.’” [Luqman: 13]
( Hafalan Quran dan nilai-nilai Sunnah )
Pada usia balita (sekitar 2-5 tahun), kita ajarkan kepada mereka
kalimat-kalimat yang baik serta bacaan Al-Qur-an, sebagaimana yang
dicontohkan oleh para Shahabat dan generasi Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in,
sehingga banyak dari mereka yang sudah hafal Al-Qur-an pada usia sangat
belia.
Allah telah memberikan kelebihan kepada manusia pada
masa kecilnya dengan kemampuan menghafal yang luar biasa. Oleh karena
itu, orang tua harus pandai memanfaatkan kesempatan untuk mengajarkan
anak-nya dengan hal-hal yang bermanfaat pada usia-usia balita. Usaha ini
harus terus dijalankan, meskipun mungkin di sekitar tempat tinggal kita
tidak ada sekolah semacam tahfizhul Qur-an. Kita dapat mengajarkannya
di rumah kita, dengan kemampuan kita, karena pada dasarnya Al-Qur-an itu
mudah.
( Shalat )
Perhatian terhadap shalat juga
harus menjadi prioritas utama bagi orang tua kepada anaknya. Shalat
merupakan tiang agama, jika seseorang melalaikannya niscaya agama ini
tidak bisa tegak pada dirinya. Shalat ini pulalah yang pertama kali akan
dihisab oleh Allah di akhirat. Untuk itulah, hendaknya orang tua dengan
tiada bosan senantiasa memberikan contoh dengan shalat di awal waktu
dengan berjama’ah di masjid, mengajaknya serta menanyakan kepada anaknya
apakah dia telah menunaikan shalatnya ataukah belum.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مُـرُوْا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّـلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ،
وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا، وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ، وَفَرِّقُوْا
بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ.
“Suruhlah anak kalian shalat
ketika berumur 7 tahun, dan kalau sudah berusia 10 tahun meninggal-kan
shalat, maka pukullah ia. Dan pisahkanlah tempat tidurnya (antara anak
laki-laki dan anak wanita).” [ Hadits hasan: Diriwayatkan oleh Abu Dawud
(no. 495), Ahmad (II/180, 187) dengan sanad hasan, dari ‘Amr bin
Syu’aib ]
Mengajak isteri dan anak kita untuk melaksanakan
shalat di awal waktu, merupakan salah satu perintah dari Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan kita
untuk tetap sabar dalam menunaikan kewajiban ini, termasuk sabar dalam
mengingatkan isteri dan anak kita untuk tetap menegakkannya.
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ
“Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat dan sabar dalam
mengerjakannya. Kami tidak meminta rizki kepadamu, Kami-lah yang memberi
rizki kepadamu. Dan akibat (yang baik di akhirat) adalah bagi orang
yang bertaqwa.” [Thaahaa : 132]
Jika anak kita sudah berumur 10
tahun, hendaknya sang ayah mengajaknya untuk menunaikan kewajiban
shalat dengan berjama’ah di awal waktu di masjid. Ini merupakan
pendidikan praktis yang sangat bermanfaat, karena dalam benak si anak
akan tertanam kebiasaan dan perhatian yang mendalam tentang kewajiban
yang sangat mulia ini. Terdapat banyak sekali hikmah dan manfaat yang
terkandung di dalamnya.
Seseorang yang lalai dalam shalatnya, maka ia akan mengikuti hawa nafsunya, sebagaimana firman Allah:
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ ۖ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ
"Kemudian datanglah setelah mereka, pengganti yang mengabaikan shalat
dan mengikuti keinginannya, maka mereka kelak akan tersesat.” [Maryam
(19): 59]
Bentuk menyia-nyiakan shalat di antaranya adalah
melalaikan kewajiban shalat, menyia-nyiakan waktu shalat dengan tidak
melaksanakannya di awal waktu. Yang dengan sebab itu, mereka akan
menemui kesesatan, kerugian dan keburukan.
( Selalu gak putus Doa )
Berdo’a kepada Allah ‘Azza wa Jalla pada waktu-waktu yang mustajab
Di samping ikhtiar yang dilakukan untuk menjadikan isterinya sebagai
isteri yang shalihah, hendaknya sang suami juga memanjatkan do’a kepada
Allah ‘Azza wa Jalla pada waktu-waktu yang mustajab (waktu
terkabulkannya do’a), seperti sepertiga malam yang terakhir, agar
keluarganya dijadikan keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah, agar
dia, isterinya, dan anak-anaknya dijadikan orang-orang yang shalih dan
shalihah.
Seperti do’a yang tercantum di dalam Al-Qur-an:
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“...Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan
keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami
pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa.” [Al-Furqaan : 74]
Paling tidak, seorang suami hendaknya bisa menjadi teladan dalam
keluarganya, dihormati oleh sang isteri dan anak-anaknya, kemudian
mereka menjadi hamba-hamba Allah yang shalih dan shalihah, bertaqwa
kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
اَلرَّجُلُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ.
“Seseorang bergantung pada agama temannya. Maka hendaknya ia melihat
dengan siapa dia berteman.” [Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 4833),
at-Tirmidzi (no. 2378), Ahmad (II/303, 334) Shahih]
Apalagi
kita mengetahui bahwa sesuatu yang jelek akan mudah sekali mempengaruhi
hal-hal yang baik, namun tidak sebaliknya, terlebih dalam pergaulan
muda-mudi seperti sekarang ini yang cenderung melanggar batas-batas
etika seorang muslim. Mereka saling berkhalwat (berdua-duaan antara
lawan jenis), sehingga bisikan syaitan mudah sekali menjerumuskan
dirinya ke jurang kenistaan.
Atau pengaruh obat-obat terlarang
yang dapat menjadikan dirinya bergantung dan merasa ketagihan terhadap
obat-obat penenang yang diharamkan oleh Allah. Penyalahgunaan narkotika
dan obat-obatan (NARKOBA) yang dilakukan generasi muda kaum muslimin
telah banyak menjeremuskan mereka kepada kehinaan dan kesengsaraan.
Usaha yang telah kita curahkan beberapa tahun bisa saja menjadi sia-sia
hanya karena anak kita salah memilih teman bermain atau teman di
sekolah. Untuk itu, haruslah diperhatikan akhlak teman anak kita, apakah
temannya itu memiliki pemahaman agama yang baik, apakah shalatnya baik,
apakah dia senan-tiasa nasihat-menasihati dan tolong-menolong dalam
kebajikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar